Jumat, 18 Januari 2013

Aliran Psikologi Tingkah laku

-->
Psikologi Pembelajaran Matematika
1.      Aliran Psikologi Tingkah laku

Psikologi belajar atau disebut pula dengan teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa. Psikologi mengajar atau teori mengajar berisi tentang petunjuk bgaimana semestinya mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar. Jadi pada teori mengajar terdapat prosedur dan tujuan mengajar.
a.       Toeri Thorndike
Edward L. Thorndike (1984-1949) mengemukakan beberapa hokum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasaan. Rasa senang atau kepuasaan ini bisa timbul sebagai akibat anaka mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya.
Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga koneksionis. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law exercise) dan hukum akibat (law of effect).
Hukum kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya.
Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan, maka akan makin lemah hubungan yang terjadi. Hukum pada dasarnya menggunakan bahwa dasar  stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat otomotis. Seorang anak yang diahadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya.
Dalam hokum akibat dijelaskan bahwa kepuasaan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasaan bagi anak, dan anak  cendrung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru yang memberikan senyuman wajar terhadap jawaban anak, akan tetapi menguatkan konsep yang tertanam pada diri anak. Kata-kata “Bagus”. “Hebat”, “Kau sangat teliti” dan semacamnya akan merupakan hadiah bagi anak yang kelak akan meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.

b.      Toeri Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya mengembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respond an lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teori Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut sering dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan pada anak memperkuat tindakan anak, sehingga anak semakin sering melakukannya.
Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak. Sikap guru yang bergembira pada anak saat menjawab pertanyaan, merupakan penguatan positif pula. Untuk mengubah tingkah laku anak dari negative menjadi positif,guru perlu mengetahui psikogi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru didalam kelas mempunyai tugas untuk mengarahkan anak dalam aktifitas belajar, Karena pada saat tersebut, control berada pada guru, yang berwenang memberikan intruksi ataupun larangan pada anak didiknya.
Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan)harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan. Misalnya dengan mengatakan bahwa “bagus, pertahankan pretasimu” untuk siswa yang mendapat nilai tes yang memuaskan. Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negative agar respon tersebut tidak diulang lagi dan berubah menjadi respon yang sifatnya poitif, penguatan negatif ini bias berupa teguran, peringatan, atau sangsi.
c.       Teori Ausubel
Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan antar belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalkannya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar menghafal,siswa menghafalkan materi yang diperolehnya, tetapi pada belajar bermaknamateri yang diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti.
d.      Teori Gagne
Menurut Gegne dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh, yaitu objek lansung dan objek tidak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidik dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadapa matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar, sedangkan objek lansung berupa fakta, keterampilan, konsep dan aturan.
Menurut Gegne, belajar dapt dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar yaitu :\
*      Belajar isyarat
Adalah belajar yang tingkatnya paling rendah, karena tidak ada niat atau spontanitas. Contohnya menyenan, atau menghindar pelajaran karena akibat perilaku gurunya.
*      Stimulus respon
Merupakan kondisi belajar yang ada niat diniati dan responnya jasmaniah. Misalnya siswa meniru tulisan guru di papa tulis.
*      Rangkain gerak
Adalah perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus respon.
*      Rangkain verbal
Adalah perbuatan lisan terurur dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus respon. Contohnya adalah mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan guru secara lisan.
*      Belajar membedakan
Adalah belajar memisah-misah rangkain yang bervariasi.
*      Pembentukan konsep
Disebut juga tipe belajar pengelompokkan, yaitu belajar melihat sifat bersama benda-benda konkrit atau peritiwa untuk dijadikan suatu kelompok.
*      Pembentukan aturan
*      Pemecahan masalah
Dalam pemecahan masalah ada 5 langkah yang harus dilakukan yaitu:
a.        Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas.
b.      Menyatakan masalah dalm bentul yang operasional.
c.       Menyusun hipotesis-hipotesis alternative dan prosedur yang diperkirakan baik.
d.      Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk meperoleh hasilnya
e.       Mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.
e.  Teori Pavlov
     Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning) dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baikmaka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau member nilai terhadap hasil pekerjaannya.
f.       Teori Baruda
Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Maksudnya bukan mencontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka siswa akan menirunya. Jika conto-contoh yang dilihatnya kurang baik iapun menirunya. Dengan demikian harus ada menjadi manusi yang propfesional.

2.      Teori-teori Belajar Berbasis Kognitif

Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Psikologi kognitif juga disebut psikologi pemrosesan informasi. Tingkah laku seseorang didasarkan pada tindakan mengenal/ memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Prinsip dasar psikologi kognitif
* Belajar aktif
* Belajar lewat interaksi sosial
* Belajar lewat pengalaman sendiri

 Teori psikologi kognitif berkembang dengan ditandai lahirnya beberapa teori diantaranya :
a.       Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Dalam teorinya, ia memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Ia memakai istilah scheme: pola tingkah laku yang dapat diulang. Yang berhubungan dengan :
* Reflex pembawaan (bernapas, makan, minum)
* Scheme mental (pola tingkah laku yang susah diamati, dan yang dapat diamati)

Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tingkat yaitu :
(1) Sensori motor, dari lahir sampai umur 2 tahun
(2) Pra operasi, dari 2 tahun sampai 7 tahun
(3) Operasi konkrit, dari sekitar 7 tahun sampai 11 tahun.
(4) Operasi formal, dari sekitar 11 tahun sampai seterusnya.

Perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap menurut Piaget yaitu:
a. Kematangan
b. Pengalaman fisik/ lingkungan
c. Transmisi social
d. Equilibrium/ self regulation
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.  Guru  hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
·         Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
·         Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
·         Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
·         Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
·         Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

b.      Teori Belajar Kognitif menurut Brunner
Jorome Brunner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur.
Teori Brunner menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas. Maksud dari Discovery Learning yaitu siswa mengorganisasikan metode penyajian bahwa dengan cara dimana anak dapat mempelajari bahan itu, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
Brunner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap, yaitu:
1.      Tahap enaktif
Dalam tahap ini anak secara langsung terlihat dalam memnipulasi (mengotak-atik) objek.
2.      Tahap ikonik
Dalam tahap ini keigiatan yang dilakukan anak berhbungan dg mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
3.      Tahap simbolik
Dalam tahp ini anak memainpulasi symbol-simbol atau lambing-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terkait dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil.

c.        Teori Belajar Kognitif menurut Gestall
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai   “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler,  ada enam prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1.      Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna  dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka  akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2.      Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3.      Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4.       Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi  sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
5.      Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan.
6.      Ketertutupan (closure)  bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.    Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.    Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan  dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna  yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.    Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah  aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.   Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.    Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain.  Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek  dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi  apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.  Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
d.      Teori Belajar Kognitif menurut Brownell
W. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajar pada hakekatnya merupakan suatu proses yang bermakna. Toeri yang dikemukakan Brownell ini sesuai dengan teori belajar-mengajar Gestalt, yang muncul dipertengahan  tahun 1930.
Menurut teori belajar-mengajar Gestalt, latihan hafal atau yang dikenal dengan sebutan drill adalah sangat penting dalam kegiatan pengajaran. Menurut Brownell anak-anak yang berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu memiliki kemampuan berhitung yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal yang panjang dan sangat rumit merupakan pengaruh dan doktrin disiplin formal.
e.       Toeri Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak – anak, sedemikian rupa sehingga system yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Jenis berpendapat bahwa dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah – misahkan hubungan – hubungan diantara struktur dan mengkategorikan hubungan – hubungan diantara struktur – struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap – tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda – benda atau objek – objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
f.       Teori Van Hiele
Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh van hiele (1954), yang menguraikan tahap – tahap perkembangan mental anak dalam geometri.Van  Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Hasil penelitiannya itu, yang dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan Tanya jawab dan pengamatan.
Menurut van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika tata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.
Van Hiele mengatakan bahwa terdapat lima tahap belajar anak dalam belajar geometri yaitu :
1.      Tahap pengenalan (visualisasi)
Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihat itu.
2.      Tahap analisi
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. Misalnya,disaat ia mengamati pesegi panjang, ia telah ,mengetahui bahwa telah terdapat dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua psang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini anak belum mengatahui hubungan yang terkait antara satu benda geometri dengan geometri lain.
Misalnya, anak belum  mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi panjang, bahwa bujur sangkar adalah belah ketupat dan sebaganya.
3.      Tahap pengurutan (deduksi informal) pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berfikir deduktif. Satu hal yang perlu diketahui adalah , anak pada tahap ini sudah mulai mampu megurutkan. Misalnya, ia sudah mengenali bahwa bujur sangkar adalah jajaran genjang, bahwa belah ketupat adalah layang – layang. Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa suatu persegi panjang itu sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari segi tiga kongruen.
4.      Tahap deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal–halyang bersifat umum menuju hal–hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur – unsur yang tidak didefinisikan, disamping un sur – unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil. Selain itu,pada tahap ini anak sudah mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian.
Postulat dalam pebuktian segitiga yang sama dan sebangun,seperti sudut–sudut–sudut, sisi–sisi–sisi atau sudut–sisi–sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara–cara pembuktian dua segitiga yang sama dan sebangun (kongruen).
5.      Tahap akurasi
Dalam ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketetapan dari prinsip–prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma–aksioma atau postulat–postulat dari geoetri Euclid. Tahap–tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi rumit dan komplek oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas masih belum sampai pada tahap berfikir ini.




DAFTAR PUSTAKA

Suherman, H.Erman Ar, dkk.2003.STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA.Universitas Pendidikan Indonesia.