Psikologi
Pembelajaran Matematika
1.
Aliran
Psikologi Tingkah laku
Psikologi
belajar atau disebut pula dengan teori belajar adalah teori yang mempelajari
perkembangan intelektual (mental) siswa. Psikologi mengajar atau teori mengajar
berisi tentang petunjuk bgaimana semestinya mengajar siswa pada usia tertentu,
bila ia sudah siap belajar. Jadi pada teori mengajar terdapat prosedur dan
tujuan mengajar.
a. Toeri
Thorndike
Edward L. Thorndike (1984-1949)
mengemukakan beberapa hokum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Menurut hukum ini belajar
akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti
dengan rasa senang atau kepuasaan. Rasa senang atau kepuasaan ini bisa timbul
sebagai akibat anaka mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya.
Teori belajar stimulus respon yang
dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga koneksionis. Teori ini menyatakan
bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara
stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum kesiapan (law of
readiness), hukum latihan (law exercise) dan hukum akibat (law of effect).
Hukum kesiapan menerangkan bagaimana
kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang
mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan
kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan
melahirkan kepuasan bagi dirinya.
Hukum latihan menyatakan bahwa jika
hubungan stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat,
sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan, maka akan makin
lemah hubungan yang terjadi. Hukum pada dasarnya menggunakan bahwa dasar stimulus dan respon akan memiliki hubungan
satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering terjadi, makin
banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat otomotis.
Seorang anak yang diahadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan
segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu
sebelumnya.
Dalam hokum akibat dijelaskan bahwa
kepuasaan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan
kepuasaan bagi anak, dan anak cendrung
untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru
yang memberikan senyuman wajar terhadap jawaban anak, akan tetapi menguatkan
konsep yang tertanam pada diri anak. Kata-kata “Bagus”. “Hebat”, “Kau sangat
teliti” dan semacamnya akan merupakan hadiah bagi anak yang kelak akan
meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.
b. Toeri
Skinner
Burhus
Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran penguatan mempunyai peranan yang
amat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya
mengembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan
penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu
respond an lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan
diukur.
Dalam
teori Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika
penguatan tersebut sering dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan
pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan pada anak
memperkuat tindakan anak, sehingga anak semakin sering melakukannya.
Contoh
penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak. Sikap
guru yang bergembira pada anak saat menjawab pertanyaan, merupakan penguatan
positif pula. Untuk mengubah tingkah laku anak dari negative menjadi
positif,guru perlu mengetahui psikogi yang dapat digunakan untuk memperkirakan
(memprediksi) dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru didalam kelas mempunyai
tugas untuk mengarahkan anak dalam aktifitas belajar, Karena pada saat
tersebut, control berada pada guru, yang berwenang memberikan intruksi ataupun
larangan pada anak didiknya.
Skinner
menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian
tujuan)harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik
lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan. Misalnya dengan mengatakan
bahwa “bagus, pertahankan pretasimu” untuk siswa yang mendapat nilai tes yang
memuaskan. Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga
tidak menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negative agar
respon tersebut tidak diulang lagi dan berubah menjadi respon yang sifatnya
poitif, penguatan negatif ini bias berupa teguran, peringatan, atau sangsi.
c. Teori
Ausubel
Teori ini dikenal dengan belajar
bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan
antar belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa
hanya menerima, jadi tinggal menghapalkannya, tetapi pada belajar menemukan
konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain
itu untuk dapat membedakan antara belajar menghafal,siswa menghafalkan materi
yang diperolehnya, tetapi pada belajar bermaknamateri yang diperoleh itu
dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti.
d. Teori
Gagne
Menurut Gegne dalam belajar matematika
ada dua objek yang dapat diperoleh, yaitu objek lansung dan objek tidak
langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidik dan memecahkan
masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadapa matematika, dan tahu
bagaimana semestinya belajar, sedangkan objek lansung berupa fakta,
keterampilan, konsep dan aturan.
Menurut
Gegne, belajar dapt dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar yaitu :\
Belajar isyarat
Adalah
belajar yang tingkatnya paling rendah, karena tidak ada niat atau spontanitas.
Contohnya menyenan, atau menghindar pelajaran karena akibat perilaku gurunya.
Stimulus respon
Merupakan
kondisi belajar yang ada niat diniati dan responnya jasmaniah. Misalnya siswa
meniru tulisan guru di papa tulis.
Rangkain gerak
Adalah
perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus
respon.
Rangkain verbal
Adalah
perbuatan lisan terurur dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus
respon. Contohnya adalah mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan guru secara
lisan.
Belajar membedakan
Adalah
belajar memisah-misah rangkain yang bervariasi.
Pembentukan konsep
Disebut
juga tipe belajar pengelompokkan, yaitu belajar melihat sifat bersama
benda-benda konkrit atau peritiwa untuk dijadikan suatu kelompok.
Pembentukan aturan
Pemecahan masalah
Dalam
pemecahan masalah ada 5 langkah yang harus dilakukan yaitu:
a. Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas.
b. Menyatakan
masalah dalm bentul yang operasional.
c. Menyusun
hipotesis-hipotesis alternative dan prosedur yang diperkirakan baik.
d. Mengetes
hipotesis dan melakukan kerja untuk meperoleh hasilnya
e. Mengecek
kembali hasil yang sudah diperoleh.
e. Teori Pavlov
Pavlov terkenal dengan teori belajar
klasik. Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning) dalam hubungannya
dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baikmaka harus
dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah dengan baik,
biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau member nilai terhadap
hasil pekerjaannya.
f. Teori
Baruda
Baruda
mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Maksudnya bukan mencontek,
tetapi meniru hal-hal yang dilakukan orang lain, terutama guru. Jika tulisan
guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan
benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka
siswa akan menirunya. Jika conto-contoh yang dilihatnya kurang baik iapun
menirunya. Dengan demikian harus ada menjadi manusi yang propfesional.
2. Teori-teori Belajar Berbasis
Kognitif
Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai
proses-proses mental atau pikiran. Bagaimana informasi diperoleh,
dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Psikologi kognitif
juga disebut psikologi pemrosesan informasi. Tingkah laku seseorang didasarkan
pada tindakan mengenal/ memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Prinsip dasar psikologi kognitif
* Belajar aktif
* Belajar lewat interaksi sosial
* Belajar lewat pengalaman sendiri
Prinsip dasar psikologi kognitif
* Belajar aktif
* Belajar lewat interaksi sosial
* Belajar lewat pengalaman sendiri
Teori psikologi kognitif berkembang dengan ditandai lahirnya
beberapa teori diantaranya :
a. Teori
Belajar Kognitif menurut Piaget
Dalam teorinya, ia memandang bahwa
proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret
menuju abstrak. Ia memakai istilah scheme: pola tingkah laku yang dapat diulang.
Yang berhubungan dengan :
* Reflex pembawaan (bernapas, makan, minum)
* Scheme mental (pola tingkah laku yang susah diamati, dan yang dapat diamati)
Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tingkat yaitu :
(1) Sensori motor, dari lahir sampai umur 2 tahun
(2) Pra operasi, dari 2 tahun sampai 7 tahun
(3) Operasi konkrit, dari sekitar 7 tahun sampai 11 tahun.
(4) Operasi formal, dari sekitar 11 tahun sampai seterusnya.
* Reflex pembawaan (bernapas, makan, minum)
* Scheme mental (pola tingkah laku yang susah diamati, dan yang dapat diamati)
Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tingkat yaitu :
(1) Sensori motor, dari lahir sampai umur 2 tahun
(2) Pra operasi, dari 2 tahun sampai 7 tahun
(3) Operasi konkrit, dari sekitar 7 tahun sampai 11 tahun.
(4) Operasi formal, dari sekitar 11 tahun sampai seterusnya.
Perkembangan kognitif individu
meliputi empat tahap menurut Piaget yaitu:
a. Kematangan
b. Pengalaman fisik/ lingkungan
c. Transmisi social
d. Equilibrium/ self regulation
a. Kematangan
b. Pengalaman fisik/ lingkungan
c. Transmisi social
d. Equilibrium/ self regulation
Menurut Piaget, bahwa belajar akan
lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta
didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen
dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan
dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan
kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
·
Bahasa
dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
·
Anak-anak
akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
·
Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
·
Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
·
Di
dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
b.
Teori Belajar Kognitif menurut Brunner
Jorome Brunner dalam teorinya
menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran
diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok
bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan
struktur-struktur.
Teori Brunner menyatakan bahwa anak
harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas. Maksud dari Discovery
Learning yaitu siswa mengorganisasikan metode penyajian bahwa dengan cara
dimana anak dapat mempelajari bahan itu, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
Brunner mengemukakan bahwa dalam
proses belajarnya anak melewati 3 tahap, yaitu:
1.
Tahap
enaktif
Dalam tahap ini anak secara langsung
terlihat dalam memnipulasi (mengotak-atik) objek.
2.
Tahap
ikonik
Dalam tahap ini keigiatan yang
dilakukan anak berhbungan dg mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek
yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang
dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
3.
Tahap
simbolik
Dalam tahp ini anak memainpulasi
symbol-simbol atau lambing-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terkait
dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu
menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil.
c. Teori
Belajar Kognitif menurut Gestall
Gestalt
berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
“bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada enam prinsip organisasi
yang terpenting yaitu :
1.
Hubungan
bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa
setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar
belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan
sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar
bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar
dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa
unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang
pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa
sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek
yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur
bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan
dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity);
bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana,
penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan
susunan simetris dan keteraturan.
6. Ketertutupan (closure)
bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan
yang tidak lengkap.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses
pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman tilikan (insight);
bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses
pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu
kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan
tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur
akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam
kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan
pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik
hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c. Perilaku bertujuan (pusposive
behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi
akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan
tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika
peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu
peserta didik dalam memahami tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space);
bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia
berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki
keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e. Transfer dalam
Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan
jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam
tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip
pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik
telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan
generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi
lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk
menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
d. Teori
Belajar Kognitif menurut Brownell
W. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar
bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajar pada hakekatnya
merupakan suatu proses yang bermakna. Toeri yang dikemukakan Brownell ini
sesuai dengan teori belajar-mengajar Gestalt, yang muncul dipertengahan tahun 1930.
Menurut teori belajar-mengajar Gestalt, latihan hafal atau yang dikenal
dengan sebutan drill adalah sangat
penting dalam kegiatan pengajaran. Menurut Brownell anak-anak yang berhasil
dalam mengikuti pelajaran pada waktu memiliki kemampuan berhitung yang jauh
melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang diterapkan pada anak dan
latihan mengasah otak dengan soal-soal yang panjang dan sangat rumit merupakan
pengaruh dan doktrin disiplin formal.
e. Toeri
Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang
matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap
anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori piaget, dan pengembangannya diorientasikan
pada anak – anak, sedemikian rupa sehingga system yang dikembangkannya itu
menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Jenis berpendapat bahwa dasarnya
matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah – misahkan
hubungan – hubungan diantara struktur dan mengkategorikan hubungan – hubungan
diantara struktur – struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap – tiap konsep atau
prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk konkret akan dapat
dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda – benda atau objek –
objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik
dalam pengajaran matematika.
f. Teori Van Hiele
Dalam
pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh van hiele
(1954), yang menguraikan tahap – tahap perkembangan mental anak dalam geometri.Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang
mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Hasil penelitiannya itu, yang
dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan Tanya jawab dan
pengamatan.
Menurut
van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi
pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika tata secara terpadu akan
dapat meningkatkan kemampuan anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.
Van Hiele mengatakan
bahwa terdapat lima tahap belajar anak dalam belajar geometri yaitu :
1. Tahap pengenalan (visualisasi)
Dalam tahap ini anak mulai belajar
mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui
adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihat itu.
2. Tahap analisi
Pada tahap ini anak sudah mulai
mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah
mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu.
Misalnya,disaat ia mengamati pesegi panjang, ia telah ,mengetahui bahwa telah
terdapat dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua psang sisi tersebut saling
sejajar. Dalam tahap ini anak belum mengatahui hubungan yang terkait antara
satu benda geometri dengan geometri lain.
Misalnya, anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi
panjang, bahwa bujur sangkar adalah belah ketupat dan sebaganya.
3. Tahap pengurutan (deduksi informal) pada
tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang kita
kenal dengan sebutan berfikir deduktif. Satu hal yang perlu diketahui adalah ,
anak pada tahap ini sudah mulai mampu megurutkan. Misalnya, ia sudah mengenali bahwa
bujur sangkar adalah jajaran genjang, bahwa belah ketupat adalah layang –
layang. Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa
suatu persegi panjang itu sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah
ketupat dapat dibentuk dari segi tiga kongruen.
4. Tahap deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu
menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal–halyang
bersifat umum menuju hal–hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah
mengerti betapa pentingnya peranan unsur – unsur yang tidak didefinisikan,
disamping un sur – unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami
dalil. Selain itu,pada tahap ini anak sudah mulai mampu menggunakan aksioma
atau postulat yang digunakan dalam pembuktian.
Postulat dalam pebuktian segitiga
yang sama dan sebangun,seperti sudut–sudut–sudut, sisi–sisi–sisi atau
sudut–sisi–sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat
tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara–cara
pembuktian dua segitiga yang sama dan sebangun (kongruen).
5.
Tahap
akurasi
Dalam ini anak sudah mulai menyadari
betapa pentingnya ketetapan dari prinsip–prinsip dasar yang melandasi suatu
pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma–aksioma atau postulat–postulat
dari geoetri Euclid. Tahap–tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi
rumit dan komplek oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa anak,
meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas masih belum sampai pada
tahap berfikir ini.
DAFTAR PUSTAKA